Menjadi wanita karier adalah cita2 saya dari dulu. Bukan sekedar cita2, tapi menjadi semacam keharusan bagi saya, bahwa kelak, saya tidak mau hanya di rumah saja, saya harus berpenghasilan dan mandiri. Namun, pikiran itu sedikit berubah, saat saya membaca sebuah artikel di majalah Dharma Pertiwi milik bunda saya. Artikel di situ membahas tentang bahagianya menjadi ibu rumah tangga penuh atau full time mother.
Di situ si penulis menceritakan kisah temannya, seorang wanita lulusan S2 perguruan tinggi di Singapura.Ketika menikah, si wanita tadi akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga penuh. Saat membaca bab awal, saya sempat menyayangkan keputusan si wanita tadi. Dalam otak saya, timbul pertanyaan " bukankah mengurus rumah tangga bisa sambil bekerja ?terus sayang dong ilmunya gak kepake ?".
Namun, ternyata saya salah.....kalau dipikir dengan logika materi...memang secara matematika, si wanita ini adalah seorang yang sangat merugi. Coba bayangkan, berpuluh2 juta uang yang sudah dikeluarkan, namun belum merasakan hasil belajar, eh sudah keburu menikah. Istilah lainnya, sudah investasi, tapi belum ada hasilnya sudah berhenti.Tapi kalau dilihat dari sudut pandang pengabdian akan lain jawabannya.
Setelah saya pikir2 lagi, ternyata ada yang keliru dari cara berpikir saya selama ini. Selama ini saya menganggap, bahwa ibu rumah tangga adalah sosok wanita tidak produktif, sepanjang hari pekerjaannya hanya menunggu ( menunggu anak pulang, suami pulang dll ), dan melakukan tugas2 yang tidak "berkelas" ( mencuci , mengepel dll ). Saya selalu berpikir, sayang sekali wanita yang sudah Sarjana, Master, atau Doktor hanya berakhir karirnya jadi ibu rumah tangga. Namun setelah membaca artikel tersebut, saya jadi disadarkan, bahwa mengurus rumah tangga adalah pekerjaan yang mulia. Mengurus rumah tangga bukan pekerjaan yang hina dan hanya boleh dilakukan pembantu. Bukan berarti sudah master, maka tidak pantas mengepel, memasak, atau mengurus rumah tangga. Dengan memilih menjadi full time mother, bukan berarti seorang wanita tidak ingin mandiri, Namun dia ingin mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mendidik anak2nya, tidak mau melewatkan sedikitpun perkembangan putra - putrinya.
Bukan bermaksud mengatakan bahwa wanita yang bekerja itu tidak perhatian, bukan. Wanita bekerja boleh2 saja menurut saya, asalkan dengan bekerja itu, tidak membuat seorang wanita melalaikan tugasnya di rumah ( kalimat ini ngopi perkataan emak saya ).
Saya memang belum menikah, jadi bisa dibilang, saya belum tahu apa2 tentang yang namanya rumah tangga atau mengurus anak. Tapi ada kejadian yang membuat saya sedikit mengerti tentang perasaan jadi orang tua. Waktu Krida mahasiswa di fakultas saya, kebetulan saya kebagian di sie pendamping armada. Tugasnya mendampingi sekitar 30an adek tingkat untuk mengikuti program pembinaan. Lha, karena sering bertemu, saya jadi bisa mengamati perkembangan adek2 tingkat di armada saya itu. Dari yang awalnya malu2 bertanya, menjadi kelompok yang aktif dan heboh. Dari yang awalnya sering dapat kartu pelanggaran, menjadi armada yang bebas pelanggaran. Melihat perkembangan mereka, ada rasa bahagia yang saya rasakan. Dan ketika suatu saat, saya ada kegiatan bertepatan dengan Krida mahasiswa, yang mengharuskan untuk ijin sebentar dan menitipkan adek2 tingkat saya sementara waktu ke orang lain. Entah kenapa, karena memang seharusnya begitu atau saya yang terlalu lebai, rasanya kok berat, meninggalkan mereka dalam pengawasan orang lain,. Ketika hal ini saya ceritakan ke seorang teman yang juga pendamping, dia berkata " aku juga merasakan hal yang sama juga kok, eh, mungkin seperti ini ya , perasaan orang tua kita , walaupun nantinya jadi orang tua itu pasti lebih berat dari yang kita rasakan sekarang,mungkin seperti inilah rasanya jadi orang tua".
Saya belum tahu apa rencana yang menunggu saya di depan nanti, akan jadi apakah dan seperti apakah saya ke depannya. Tapi kini ada satu hal yang saya yakini, bahwa nantinya , Insya Allah, kelak saat ditanya orang, apa pekerjaan utama saya, Insya Allah saya tidak akan ragu menjawab ibu rumah tangga
Ibu Rumah Tangga ???siapa yang malu??
WG 28A, 211110,1908
4 monggoh dipun komen:
betul!!
ibu saya aja gak malu jadi ibu rumah tangga
bangga lah punya ibu seorang ibu rumah tangga:DD
terimakasih komennya.....
iya, sekarang, saya tidak akan malu lagi kalo ada orang yang tanya, apa pekerjaan bunda saya, jawabannya adalah :IBU RUMAH TANGGA
Army, dilema itu pernah saya rasakan juga.
Tetap bekerja atau murni menjadi ibu rumah tangga.
Namun sang waktu akan menjawab, dimana saatnya kita harus memilih, maka pilihan terbaik itu yang harus dilakukan.
Saran saya...ehm, setelah lulus, bekerja dulu, baru menikah. Bila kemudian hamil dan melahirkan, baru deh dipikirkan alternatif untuk berhenti bekerja demi keluarga. Sementara atau seterusnya, itu pilihan berikutnya...
:)
Postingnya keren Army, cara penulisannya juga ok banget!
@ mbak bintangtimur : terimakasih atas komennya mbak.....iya, mbak, saya ingin juga merasakan bekerja dulu, tapi nantinya ,InsyaAllah, jikalau sudah menikah, nantinya saya akan punya 2 pekerjaan , pekerjaan utama : ibu rumah tangga, pekerjaan sampingan : wanita karier hehehe.....semoga Allah menunjukkan yang terbaik nantinya......
Tapi setidaknya , saat ini, saya tidak lagi berpikir negatif tentang status sebagai ibu rumah tangga.....
maksih banyak atas sarannya mbak,,,,,ditunggu terus ya mbak, saran2nya
Posting Komentar
Kalau ada kritik saran,,,,silahkan tinggalkan komentar, Insya Allah diterima dengan Ikhlas
Terimakasih