Assalamualaikum........

sekedar coretan yang semoga bermanfaat

Rabu, 12 Februari 2014

Berdikari



Berdikari

Suatu siang, saya sedang potong rambut di salon langganan. Ibu saya, yang saat itu menemani, kemudian ngobrol dengan si kapsternya yang juga pemilik salon. Bahan obrolan yang dibicarakan bermacam-macam, mulai dari rambut rontok, hair tonik sampai akhirnya, entah bagaimana mulanya, membicarakan masalah pernikahan dan perceraian.

Ibu saya lalu iseng2 bertanya kepada tante  pemilik salon ( sebut saja tante X), mengenai kabar pemilik toko yang dulu langganan ibu yang juga ternyata tetangga Tante X. Nah, dasar ibu-ibu, yang dimaksud dengan “kabar” disini  bukan apakah si pemilik toko sehat dan selamat, tapi yang dimaksud dengan “kabar”adalah apakah si pemilik toko ini  masih beristri dua dan apakah kedua istri ini masih akur.
Tante X : “Kedua istrinya masih tinggal satu rumah bu, gak pernah berantem, saya juga heran, tapi mereka kompak”
Ibu         :” iya ta???oh ya syukur kalo begitu, berarti keduanya berlapang dada, jarang-jarang ada yang bisa begitu, biasanya kan istri tuanya minta di cerai”
Tante X: “oh, kalau kebiasaan  di lingkungan si istri tua  jarang ada yang mau cerai bu, walaupun disakiti seperti apa oleh suaminya, lebih baik bertahan daripada bercerai. Kalau cerai, mau hidup pakai apa. Lagipula, ya mungkin si istri tua tua itu sebenarnya sakit hati, tapi dia memilih tidak bercerai. Katanya, Dulu waktu menikah, dia berasal dari keluarga tidak mampu. Kalau sekarang bercerai, nanti mau hidup dan makan  dari mana bu. Jadi ya, diperlakukan seperti apa, ya diam saja bu”

Degg…..

Saya termenung mendengar obrolan tadi,,,,seorang perempuan rela tidak diperlakukan baik oleh suaminya karena takut tidak bisa hidup jika berpisah dari suaminya.

Saya pun langsung  teringat dengan kata-kata adik tingkat saya. Suatu waktu dalam suatu acara pengajian mahasiswi, moderator menanyakan kepada peserta  mengenai cita-cita mereka. Ada teman yang menjawab  ingin menjadi dokter spesialis, ada yang  ingin sekolah setinggi mungkin,dan  ada yang ingin menjadi pengusaha dan ketika sampai giliran adik tingkat  saya, dia menjawab dengan sederhana “saya ingin menjadi wanita yang berdikari, menjadi apapun saya nanti,saya ingin bisa menopang hidup saya dan anak-anak saya kelak  dengan berdiri di atas kaki saya sendiri”. Saya mengangguk- angguk mendengarnya, setuju, namun jujur saya tidak pernah memikirkannya secara serius . Sampai akhirnya saya mendengar perbincangan di atas.

Berdikari, berarti wanita harus bisa mandiri. Salah satu bentuknya adalah kemandirian ekonomi, Wanita bekerja merupakan hal yang umum saat ini. Namun apakah hanya itu saja? Jika begitu, apakah ibu-ibu yang tidak bekerja dan full time mother itu contoh wanita yang tidak berdikari?

Kalau menurut saya, tidak bisa dibilang begitu juga. Apalagi kalau alasan untuk menjadi full time mother itu mulia dan cukup masuk akal, misal ingin mengikuti penuh perkembangan anak dan fokus pada keluarga, atau  merawat orang tua yang sudah sepuh..Tapi perempuan yang bekerja juga tidak salah,kalau kerja dan keluarga bisa seimbang dan keluarga bisa menerima dengan baik sehingga bisa mapan dalam penghasilan,,,Why Not???

Menurut saya, yang paling penting agar perempuan bisa berdikari adalah harus mempunyai pikiran dan keyakinan bahwa dalam kondisi apapun kita pasti bisa bertahan. Perempuan harus punya keberanian untuk menolak diperlakukan tidak baik. Perempuan yang berdikari harus punya keberanian untuk melanjutkan hidup dengan segala kemampuan diri yang dimiliki sebagai konsekuensi menolak perlakuan tidak baik, yang artinya juga menghormati  harga diri dan martabatnya sendiri sebagai perempuan. Perempuan berdikari tidak boleh takut menghadapi esok hari, yang itu artinya perempuan harus mempersiapkan diri dengan segala  keilmuan, ketrampilan, dan kemauan. Sehingga apapun yang terjadi di depan, dalam kemungkinan yang terburuk pun , perempuan mau dan  bisa bertahan dengan bekal yang sudah dimiliki.

Entahlah,ini hanya pendapat,,,saya belum menikah,,,belum berkeluarga,,,mungkin juga saya masih terlalu naïf, tapi saya yakin, bahwa saya harus mempersiapkan diri…….agar saya juga bisa berdikari

110214
11.20 pm




Jumat, 10 Februari 2012

Suatu siang di lampu merah

Siang itu di lampu merah
aku liat seorang pengemis
mengetok kaca mobil innova
mengulurkan tangan untuk merima sekeping logam 
bukan pemandangan yang istimewa  buatku

Siang itu di lampu merah
kuliat pengemis tadi berjalan masuk mushola pinggir jalan
menuju  kotak kayu coklat
memasukkan keping uang logam yang baru saja diterimanya dari pemilik innova ke kotak amal
peristiwa yang sangat istimewa buatku

Siang itu di lampu merah
Kulihat seorang pengemis
Pengemis pria yang telah mengajarkanku hal hebat
Hal hebat mengenai makna ketulusan dan memberi
Mengajariku bahwa dermawan sejati tidak pernah mengatakan nanti saat ingin berbagi
Menyadarkanku makna berbagi dari hati

Terimakasih sudah membuatku memahami itu


Based on the true story

Rabu, 11 Januari 2012

Prasangka.....

Prasangka buruk memang seperti selembar tabir gelap...
Tabir gelap yang menutupi kalbu sehingga kebaikan orang yang besarnya melebihi mahameru menjadi sekecil mikroba
Tabir gelap yang merubah sebuah kritik membangun terasa seperti omelan pedas
Tabir gelap yang menjadikan senyuman manis orang  hanya sebagai basa basi....
Tabir gelap yang membuat  prestasi orang terlihat sebagai kolusi

Betapa mengerikannya akibat dari prasangka !!!!!



Tulisan ini untuk beberapa temanku di kelas,,,maafkan aku kalau selama ini berpikir yang nggak baik terhadap kalian,,,padahal sesungguhnya semua itu hanyalah pikiranku sendiri,,,maafkan aku ya,,,semoga pertemanan kita semua berlanjut sampai surga Allah kelak,,,amin,,,

Bagaimanakah kita diingat orang ?

Bagaimana kita diingat orang ?
Orang baik..orang judes...orang humoris dsb
Tidak perlu menjadi orang lain agar diingat baik
Memperlakukan orang lain dengan baik adalah kunci agar diingat baik
tapi perlakukanlah orang lain dengan baik bukan karena agar diingat baik
lakukankah hal baik tersebut karena kebaikan adalah kebutuhan